Tiba-tiba teringat saat dulu ayah mengajarkan kalbatakur (kali bagi tambah kurang) untuk mata pelajaran matematika saat aku duduk dibangku sekolah dasar. Caranya mengajarkan, kedekatan kami, semangatnya mengajari dan semangatku karena ingin bisa. Aku pernah menangis karena tak bisa menjawab soal yang ayah beri. Tapi apakah ayah marah? Tidak sama sekali. Lalu aku teringat, selama umur dihidupku, apa pernah ayah memarahi aku? Tidak pernah sama sekali. Yang aku katakan bahwa ayah memarahi aku, itu adalah menasehati aku untuk menjadikanku lebih baik. Dan aku berjanji akan selalu mencintainya.
Tiba-tiba teringat saat dulu ibu menyuruhku (dengan setengah memaksa) untuk tetap berangkat sekolah madrasah setiap aku pulang dari sekolah (SD). Caranya merayu, menyemangati aku untuk rajin mengaji, dan menyampaikan maksudnya bahwa ia ingin aku jadi anak pintar. Aku juga pernah menangis karena merasa lelah sepulang sekolah. Aku ingin bermain bersama teman-teman lain. Tapi ibu bilang aku harus pergi, agar aku jadi anak pintar. Ibu bilang aku pasti boleh bermain selesai tadarusan nanti. Dan aku sering merengek untuk tak pergi. Tapi apakah ibu memarahi aku? Tidak sama sekali. Lalu aku teringat, selama umur hidupku, apa pernah ibu memarahi aku? Tidak pernah sama sekali. Yang aku katakan bahwa ibu memarahi aku, itu adalah membimbing aku untuk menjadikanku lebih baik. Dan aku berjanji akan selalu mencintainya.
Saat ini, saat aku jauh dari mereka. Aku harus terus belajar, karena aku tau keinginan mereka yang dulu masih juga sama. Ingin aku jadi yang terbaik. Dan aku tau ada doa disetiap gerak kelopak mata mereka. Ada harapan disetiap hembusan nafas mereka. Dan selalu ada aku dihati mereka.
m y l i v e
hasil dari tangannya:
kartika diah
on Rabu, 02 Desember 2009
Label dan kategori:
journey
0 komentar pembaca:
Posting Komentar