memahami maknanya. tidak selalu secara bahasa

Kehilangan?
Kapan? Apa aku pernah kehilangan?
Waktu tidak berhasil menemukan pinsil dalam kotak alat tulisku? Waktu musuhan sama salah satu teman? Atau waktu allah menyuruh malaikat izroil untuk menjemput orang yang aku sayang?
Tidak!! Sama sekali bukan!
Aku tidak pernah kehilangan semua itu. Karena aku tidak pernah memilikinya kaan. Yaa, semua milik allah. Dan pasti akan kembali pada allah. Hanya saja aku tak pernah tahu waktunya.

Allah, maafin aku yang juga belum bisa berpikir dewasa. Maafin aku yang terus-terusan hanya bisa marah. Maafin aku selalu ngeluh dan sering kali bersikap tidak baik. Yaa, mereka milikmu, allah. Trimakasih pernah titipkan mereka pada kami. Dan maafkan kami jika sempat tidak menjaganya dengan baik, tapi sungguh kau maha mengetahui segala peristiwa. Kami hanya makhluk yang berbatas. Tak dapat menembus tempat dan waktu.
Sekarang, meski mereka, orang yang kami sayangi, telah kau ambil.. aku ikhlas, insyaallah.
Maafin aku atas airmataku kemarin dan hari ini. Karena sungguh tak tau lagi aku harus bagaimana saat aku mengetahui kau telah mengambilnya. Saat aku tau malaikat izroil telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Meski kini sungguh aku sadar, itu pasti yang terbaik. Tapi bukankah engkau telah menciptakan kelenjar airmata yang bertugas memproduksi airmata? Maka kelenjar itu kini melaksanakan tugasnya dengan baik pula.
Allah, jika hari-hari kemarin aku memohon untuk mereka dapat menyaksikan aku pakai toga disuatu hari, maka hari ini aku mohon ampuni dosa-dosanya. Trimalah di sisimu, allah.. terima amal ibadahnya,. Dan sungguh, aku mohon ampuni dosanya. Lapangkan kuburnya, terangi ia di dalam sana. Beri ia tempat yang terbaik, ringankan siksanya.
Amin..

sepenggal dari sebagian (sebagian dari sepenuhnya)

Sambu : kenapa sih Ve, kenapa lu cuma bisa nangis!
Veka : karena gw gak sekuat yang lu bayangin, Sam..
Sambu : lu kuat. Itu bukan sesuatu yang gw bayangin, Ve! Tapi sesuatu yang gw lihat dari dalam diri lu. Jadi lu nangis bukan karena lu lemah, Ve. Sama sekali bukan.
Veka : kalo lu mau nyuruh gw buat kuat, kalo lu mau menghibur gw, pliz jangan sekarang Sam..
Sambu : lu lemah karena lu yang membayangkannya, Ve. Gw tau lu gak kayak gitu. Pliz Ve.. sebelumnya lu mengakui milik allah adalah milik lu, sampe-sampe lu ngerasa sakit sekarang waktu allah ambil kembali miliknya.
Veka : apa lu gak tau kalo gw sayang nenek gw, Sam!! Apa lu gak ngerti gimana rasanya waktu tau salah satu orang yang jadi alesan gw buat semangat sekolah, sekarang udah gak ada! Udah gak bisa gw lihat lagi. Gak bisa gw datengin meski setahun hanya satu kali. Gak bisa gw cium tangannya lagi. Gak bisa gw sentuh kulitnya meski telah keriput dimakan umur.
Sambu : dan apa lu tau, Ve.. ada berapa banyak orang disana yang ikutan sedih karena melihat lu seperti ini..
Veka : (masih terisak dalam tangisnya)
Sambu : dan apa lu akan terus-terusan egois seperti ini, Ve? Lu boleh nangis kalo emang bikin lu jadi lebih lega. Tapi jangan nangis untuk berlarut kayak gini. Jangan nangis yang bikin lu lega tapi justru bikin orang lain jadi sedih.
Veka : (tetap tak menjawab sahabatnya)
Sambu : brenti nangis, Ve.. pliz.. kalo lu gak mau peduliin diri lu, pliz lakuin ini buat gw. Lakuin buat gw, sahabat yang lu sayang.

kain itu

Aku memperhatikan matanya. Berusaha bisa seperti beliau. Tegar dan kuat. Aku terus memandangi matanya. Berharap tak temukan sesuatu yang lain dihadapanku. Tapi kenyataan. Ini kenyataan, bukan mimpi. Aku melihatnya. Mendapatinya tengah terbaring tanpa nyawa.
Lalu ayah pun mendekatinya. Aku terus mengikuti geraknya. Ingin slalu disampingnya, dengan harapan aku bisa tegar seperti ayah meski nyatanya aku melakukannya sambil terus menangis. Berbeda sekali dengan ayah. Tangan ayah bergerak, membuka kain hijau yang mengurungi keranda. Dan yang terlihat hanya sosok yang terlapisi kain putih. Ayah tak bersuara, sama sekali. Aku pun tetap diam, kecuali isak tangis yang tak dapat disembunyikan, dan genggaman eratku pada adikku.
Ayah terus bergerak, membuka kain putih itu pada bagian atas. Dalam hitungan detik, kini nampak wajah yang tenang tanpa pikiran dan beban. Begitu bersih, dan sekali lagi, tampak sangaaaat tenang. Isak tangisku berhenti. Yaa, berhenti, aku ingat betul saat itu isak tangisku berhenti.
“uda ya?” suara ayah tenang pada kami bermaksud ingin menutup kembali kain putih itu. Kami tetap diam. “udah ya? Udah ikhlas?” kata ayah lagi dan kali ini aku sadar aku harus menjawabnya.
“iyah..” jawab adikku. Tapi aku tetap diam. Sedihku perlahan memudar. Tapi kini segera diganti dengan kesedihan yang lain saat aku melihat ayah. Ayah bertanya kami sudah ikhlas tow belum, tapi ingin aku balik bertanya, apa ayah memang sudah ikhlas, ataw sedang berusaha ikhlas dengan bertanya pada kami.
“udah yaa..” suara ayah lagi, kali itu sambil menutup kembali kain putih yang memang seharusnya pada tempatnya.
Aku.
Menangis lagi.

cokelat

Aku suka cokelat. Dan saat ini, aku menginginkan rasanya yang enak meski rupanya berwarna cokelat, meski bentuknya tak semenarik lukisan dan tak secantik bunga mawar. Tapi sekarang aku menginginkannya demi hatiku. Aku ingin merasakan manisnya. Aku ingin merasakan lembutnya. Aku ingin merasakan ketenangan karena memakannya. Demi hatiku. Demi hatiku yang mungkin rupanya tak semenarik bulan sabit, meski mungkin sekarang berantakan yang aku pun tak tahu apa alasannya. Dan aku butuh cokelat saat ini.
Aku enggan mendengarkan dua orang penyiar radio yang biasanya tiap pagi menemani persiapan kegiatanku. Aku enggan menyalakan televisi yang biasanya jadi temanku siang hari di kamar. Aku juga enggan bermain-main dengan mpie (komputerku) yang biasanya aku betah bersamanya saat weekend. Aku enggan minum susu banyak yang biasanya tiap hari aku konsumsi. Aku enggan menyapa tazie yang biasanya tiap aku terbangun dari tidur pasti aku peluk. Aku enggan merapikan photo-photo di dinding kamar yang biasanya butuh waktu lama aku untuk melakukannya. Aku juga bahkan enggan menyalakan vcd totti, yang biasanya paling tidak seminggu sekali harus aku menontonnya. Aku enggan melakukan semua itu. Karena aku hanya ingin cokelat.
Lalu siapa yang bisa datang sekarang.
Sekarang.
Untuk membawakan aku cokelat.

. . .

andai kamu tau, sulit rasa'y jika harus memilih antara kamu atau mama.
dan kamu salah jika merasa bahwa sayangku udah ilang. rindu ini masih milikmu.